Senin, 13 Januari 2020

4.3 Jelaskan dan berikan contoh ruang publik digital internet dan ponsel

Ruang publik adalah sebuah teori yang diciptakan dan dipopulerkan Habermas yang berfokus kepada sebuah kajian historis terhadap diskusi kritis sebagai feedback dari realitas sosial, yang terdiri dari politik, budaya, dan hal apapun yang menarik minat masyarakat yang terjadi pada awal abad ke-18. Kemunculan internet sebagai media baru menjadikan perubahan budaya dan transformasi ruang publik menjadi suatu bentuk wadah yang mempunyai skala besar dan terlepas dari persoalan tempat dan waktu.

Hal tersebut menjadi titik perhatian untuk melihat bagaimanakah bentuk dan karakter serta permasalahan yang terjadi tentang ruang public di era digital. Salah satu inti dari konsep Ruang Publik Habermas adalah adanya interaksi antar masyarakat dalam melakukan diskusi dan membahas kepentingan-kepentingan publik. Interaksi diantara mereka melahirkan opini-opini sehingga melahirkan diskursus sebagai penyeimbang bagi opini yang dihasilkan pemerintah.

Ruang publik juga berperan dalam mengawasi orotiras kuasa dan mendesakkan agenda-agenda publik kepada pemerintah. Sebelum era digital, diskursus di Indonesia dikuasai oleh kelas menengah (seperti disebut di atas) karena mereka yang memiliki akses dan kesempatan untuk menguasai asosiasi, organisasi, maupun media. Karena sifatnya yang terkooptasi, maka diskursus yang dihasilkan relatif sepi dari menyuarakan kepentingan publik secara umum, tapi lebih dekat kepada kepentingan kekuasaan dan pasar. Era internet telah membuka kran diskursus kepada siapapun. Era internet dengan platform kemajuan digitalnya menyediakan media komunikasi yang memungkinkan siapapun dimanapun bertukar pikiran, bersahutan opini, membentuk diskursus di ruang publik.

Kalau dulu ruang publik hanya terbatas kepada beberapa orang, maka ruang publik di era digital adalah ruang maya tak berbatas. Kecanggihan internet menyediakan ruang maya yang popular dengan istilah cyberspace. Ruang publik yang selama berabad-abad sebelumnya dikaitkan dengan komunikasi “riil” di tempat-tempat fisik, pada era digital diperluas ke cyberspace. Dunia maya menjadi tempat di mana warga negara bisa menuangkan opini dan aspirasinya, saling berinteraksi satu sama lain untuk mendiskusikan satu kebijakan tertentu yang diambil pemerintah. Media sosial adalah satu platform cyberspace yang palig digemari. Ia adalah wujud ruang publik yang sangat bebas dan tak terbatas. Setiap warga negara bisa menyampaikan opini, berdiskusi, secara bebas di ruang tersebut. Tak ada yang bisa membatasinya. Bahkan negara sekalipun, tak mampu mencegahnya. Jika ada kebijakan pemerintah yang tidak disetujui, publik bisa menyampaikan keberatannya di media sosial. Kritiknya bisa dibaca oleh pengguna media sosial yang lain.

Mereka yang setuju dengan kritikan tersebut, bisa memperluas dan memperkuat diskursus. Ketika jumlah mereka yang sepakat ini menggelembung, maka mereka menjelma menjadi kelompok penekan meskipun satu sama lain tidak mengenal. (Andriadi, 2016: 251-254).
Menurut Fayakhun Andriadi, ruang publik baru ini memiliki kelebihan yang tidak ada pada ruang publik lama: Pertama, tidak ada batasan yang mengikat (borderless). Kedua, tidak terbatas populasi. Ketiga, steril dari intervensi dan kontrol negara. Keempat, semua orang setara, tak ada aktor yang lebih berkuasa. (Andriadi, 2016: 254-261).


Sumber: http://annisayaning.blogspot.com/2019/01/43-jelaskan-dan-berikan-contoh-tentang.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar